Gurusaham.com - Ketua Centra Initative dan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan Al A'raf mengkritik Kementerian Pertahanan dan mengingatkan pemerintah untuk tidak menaikkan anggaran pertahanan sebelum adanya kepastian tentang transparansi dan akuntabilitas.
"Itu sama saja seperti memberikan cek kosong, dalam proses menaikkan anggaran sektor pertahanan tersebut. Cek kosong itu tergantung siapa yang memainkan ceknya. Itu yang jadi problem utama," ujar Al A'raf dalam webinar Kalutnya Rencana Pembelian Alutsista Rp1,7 Kuadriliun, Rabu (9/6/2021).
Dia juga mengingatkan Kementerian Pertahanan, bahwa dalam merencanakan anggaran yang besar, harus mempertimbangkan aspek sosial-ekonomi serta realitas masyarakat.
Al A'raf mengatakan dalam analisis rencana peningkatan atau modernisasi alutsista, seringkali hanya fokus kepada aspek ekonomi saja, namun tanpa melihat realitas sosial-masyarakat. Khususnya, dia mengatakan rencana kenaikan anggaran tersebut perlu melihat kondisi masyarakat saat ini.
Meski begitu, Al A'raf tidak menampik bahwa kondisi 50 persen alutsista di Indonesia tidak layak. Bahkan, menurutnya hal tersebut sudah disadari sejak 2007.
Pada diskusi yang sama, Ekonom Institute for Development on Economics and Finance (Indef) Berly Martawardaya juga menilai Kementerian Pertahanan perlu segera membuka secara detail terkait dengan rencana penganggaran modernisasi alutsista kepada publik.
Menurutnya, hal tersebut penting dan tengah ditunggu oleh publik karena nilainya yang besar yaitu Rp1.780 triliun, bahkan lebih besar dari anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) senilai Rp699 triliun.
"Ini masih banyak detailnya yang belum muncul ya, padahal itu sangat ditunggu oleh masyarakat, mengingat itu jumlahnya yang lumayan. Sepertiganya saja sudah melebihi anggaran Covid-19," ujar Berly.
Berly lalu menyoroti sistem pendanaan yang rencananya digunakan untuk pembiayaan. Yaitu dengan pinjaman luar negeri dengan sistem angsuran bunga kurang dari 1 persen (<1 persen), dan bertenor panjang 28 tahun.
Menurutnya, Kemhan perlu menjelaskan lebih rinci sistem angsuran tersebut.
"Apakah ini dari satu negara saja? Karena ada strategi yaitu menggunakan mix [campuran] pinjaman dari berbagai negara. Lalu bagaimana komparasinya? Kita ingin lihat negara lain yang supply tenornya berapa tahun, bunganya berapa, dan keunggulannya seperti apa. Jadi bisa lebih dipercaya oleh publik," jelasnya.
KOMENTAR