Direktur BMN Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu Encep Sudarwan menyatakan, pengaturan PNBP dari pengelolaan TMII memang belum termaktub dalam Keputusan Presiden Nomor 51 tahun 1977 yang mengatur pemberian kuasa TMII kepada yayasan keluarga Soeharto tersebut. Namun, ia mengatakan selama ini TMII tetap menyetorkan penerimaan pajak.
" Kami hitung dahulu nilai aset dan lainnya. Setelah beres sekitar tiga bulan, baru akan ada nilai potensi penerimaannya," ujar dia.," kata Encep dalam Media Briefing"Pengambilalihan TMII, Sebuah Upaya Pemerintah Menata Aset Negara", Jumat (16/4).
Kemenkeu saat ini baru menghitung nilai tanah di kawasan TMII yang mencapai Rp 20,5 triliun dengan nomor urut pendaftaran (NUP) pada angka 6. Sementara, nilai aset seperti bangunan dan lain-lain masih dalam proses penghitungan.
Ia menjelaskan, penghitungan nilai aset TMII memakan waktu lama karena banyak bangunan maupun gedung yang bukan hanya merupakan milik pusat. Secara perinci, terdapat 10 bangunan milik kementerian/lembaga, 31 bangunan milik pemerintah daerah yang kebanyakan berupa anjungan, 12 bangunan milik mitra, dan 18 bangunan milik badan pengelola TMII.
Selain itu, menurut dia, kesulitan penghitungan potensi penerimaan negara lantaran TMII bukan merupakan wisata komersial namun untuk edukasi dan budaya. "Kami akan memisahkan dahulu mana yang komersial dan bukan," katanya.
Encep menjelaskan bahwa seluruh BMN yang dimanfaatkan seharusnya memberikan kontribusi berupa PNBP. Kerja sama pemanfaatan BMN seharusnya memberikan masukan negara berupa kontribusi tetap per tahun dan pembagian untung atau profit sharing. Bentuk pemanfaatan yang dapat dilakukan terhadap BMN yakni sewa, pinjam pakai, kerja sama pemanfaatan, bangun guna serah atau bangun serah guna, kerja sama penyediaan infrastruktur, serta kerja sama terbatas untuk penyediaan infrastruktur.
Pemerintah menargetkan PNBP 2021 sebesar Rp 298,2 triliun. Dari jumlah tersebut, PNBP dari BMN diharapkan bisa mencapai Rp 4,13 triliun.
Tahun lalu, pemerintah mengantongi PNBPRp 338,5 triliun. Nominal tersebutsetara dengan 115,1%terhadap target Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020.
Pengelolaan TMII kini beralih ke tangan Kementerian Sekretariat Negara lantaran Yayasan Harapan Kita mengalami kerugian dari tahun ke tahun.
Komisi Pemberantasan Korupsi menemukan banyak aset daerah/negara yang dikuasai pihak ketiga secara tidak sah dan mengakibatkan terjadinya kerugian negara. Untuk itu, komisi anti-rasuah itu mendorong pemerintah elakukan penertiban, pemulihan, dan optimalisasi pemanfaatan aset untuk kepentingan negara.
Sejak 2019, KPK fokus membenahi aset Kemensetneg yang jumlahnya mencapai Rp 571 triliun, meliputi aset TMII, PPK Kemayoran, dan aset Gelora Bung Karno (GBK). Pada 2020, KPK memfasilitasi para pihak terkait agar pengelolaan TMII dapat diberikan kepada pemerintah.
KOMENTAR