Gurusaham.com - PwC Indonesia menilai saat ini adalah waktu yang tepat bagi calon perusahaan yang akan melaksanakan penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) di tengah pandemi Covid-19 yang telah meredam pergerakan pasar ekuitas Indonesia selama beberapa waktu pada tahun 2020.
Jasmin Maranan, Capital Markets Advisory PwC Indonesia, mengatakan pandemi Covid-19 telah meredam pergerakan pasar saham Tanah Air sejak tahun lalu.
Hal ini telah mendorong pemerintah di Indonesia dan di seluruh dunia untuk terus menerapkan kebijakan guna mendorong perekonomian.
Suku bunga yang lebih rendah, penguatan rupiah, serta keberhasilan program vaksinasi menjadi pertanda baik bagi sentimen pasar yang positif dan mengarah pada peningkatan aktivitas IPO.
"Saat ini adalah waktu yang tepat bagi calon perusahaan yang akan melaksanakan IPO untuk berfokus pada strategi, membangun kekuatan internal dalam pembuatan laporan keuangan, kontrol, dan tata kelola agar siap untuk diluncurkan ketika peluang IPO terbuka," katanya, dalam keterangan resmi, dikutip Kamis (25/3/2021).
Pernyataan ini disampaikan dalam acara webinar bertajuk "Membangun Equity Story yang Solid dalam Masa Ketidakpastian", yang digelar Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak 18-25 Maret ini bersama PwC Indonesia.
Adapun PwC Indonesia terdiri dari KAP Tanudiredja, Wibisana, Rintis & Rekan, PT PricewaterhouseCoopers Indonesia Advisory, PT Prima Wahana Caraka, PT PricewaterhouseCoopers Consulting Indonesia, dan Melli Darsa & Co., Advocates & Legal Consultants, masing-masing sebagai entitas hukum dan firma anggota yang terpisah dari jaringan global PwC.
Dalam kesempatan itu, Mirza Diran, Deals Partner di PwC Indonesia, mengatakan masa ketidakpastian karena pandemi global ini mampu mengubah hal-hal yang perlu dipertimbangkan dan dilakukan pelaku bisnis dalam merencanakan IPO.
"Perlu dilakukan perbaikan atas nilai perusahaan yang melemah karena terdampak pandemi, serta melakukan rekonfigurasi rencana strategis perusahaan untuk mendapatkan nilai yang optimal dan terbaik pada saat IPO," katanya.
Hal itu lantaran dampak dari pandemi terbukti telah berimbas ke semua sektor bisnis. Iklim ekonomi yang berada dalam kondisi ketidakpastian, dan berbagai peraturan new normal yang ditetapkan telah memaksa industri untuk beradaptasi.
Tentunya, katanya, hal ini tidak mudah, apalagi di saat yang penuh tantangan. Perusahaan harus memahami bagaimana membangun suatu equity story yang tepat di mata para pemangku kepentingan dan juga target investor di pasar modal.
Terkait dengan jumlah IPO, BEI menyatakan sampai dengan 18 Maret 2021, sudah ada 26 perusahaan dalam pipeline IPO, jumlahnya lebih tinggi dibandingkan tahun lalu pada periode yang sama sebanyak 16 perusahaan.
"Walaupun dalam kondisi new normal terkait pandemi Covid-19, sampai dengan 18 Maret 2021, pipeline IPO saham lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu," kata Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, dalam kesempatan tersebut.
Nyoman menilai, kenaikan jumlah pipeline IPO ini menandakan minat yang tinggi dari para pengusaha untuk mendapatkan pendanaan dari pasar modal pada kondisi saat ini.
"Dan tentunya merupakan suatu bentuk kepercayaan dari para pemilik serta manajemen perusahaan yang menjadikan Bursa sebagai rumah pertumbuhan atau house of growth bagi perkembangan bisnis perusahaan mereka," katanya.
Sebelumnya Nyoman menginformasikan bahwa dalam pipeline 26 perusahaan itu, belum ada perusahaan atau anak usaha BUMN.
"Dari 26 perusahaan dalam pipeline tersebut, belum terdapat perusahaan yang tergolong sebagai perusahaan BUMN," kata Nyoman.
Dari segi skala aset, lanjut Nyoman, untuk perusahaan dalam pipeline bila merujuk pada Peraturan OJK Nomor 53/POJK.04/2017 tersebut terdiri dari enam perusahaan dengan aset skala kecil, atau nilai asetnya di bawah Rp 50 miliar.
Lalu sebanyak 11 perusahaan aset skala menengah dengan aset antara Rp 50 miliar sampai dengan Rp 250 miliar dan sembilan perusahaan aset skala besar yang nilai asetnya di atas Rp 250 miliar.
Pekan depan, investor pasar modal akan kedatangan setidaknya dua emiten baru. Keduanya yakni PT Sunter Lakeside Hotel Tbk dengan kode saham SNLK dan PT Zyrexindo Mandiri Buana Tbk dengan kode perdagangan ZYRX.
Saham Sunter Lakeside Hotel akan dicatatkan di BEI pada Senin 29 Maret 2021 dengan menggunakan kode SNLK.
Adapun untuk Zyrexindo Mandiri Buana juga sudah mendapatkan pernyataan efektifnya pada 17 Maret 2021 sehingga perusahaan akan tercatat di BEI pada Selasa 30 Maret 2021 dengan menggunakan kode ZYRX.
KOMENTAR