Jakarta, CNBC Indonesia - Bank syariah terbesar di negeri ini, PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS)/BSI berambisi untuk menembus pasar global dengan menjadi salah satu bank dalam jajaran 10 bank syariah terbesar dunia. Saat ini BSI masih dalam jajaran 10 bank terbesar di Indonesia dengan aset Rp 240 triliun.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sekaligus Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Erick Thohir mengatakan bank hasil penggabungan tiga bank milik BUMN ini diharapkan bisa menjadi penopang terbentuknya ekosistem syariah di dalam negeri.
Sehingga industri syariah tak hanya dari keuangan namun juga makanan, fashion, kosmetik hingga media bisa berkembang di dalam negeri.
"Hasil penggabungan ini juga membuat Indonesia memiliki bank syariah dengan aset lebih dari Rp 240 triliun dan ditargetkan masuk 10 bank syariah besar dunia. Maka kita doakan dan dukung terus manajemen BSI untuk mampu mencapai cita-cita mulia ini agar selain terciptanya ekosistem syariah yang komprehensif tak hanya di Indonesia tapi juga di dunia," kata Erick dalam webinar ISEI, Rabu (17/3/2021).
Dia menyebutkan target tersebut sesuai dengan misi MES 2021-2023 adalah untuk mendukung Indonesia menjadi pusat ekonomi dan keuangan syariah dunia. Hal ini juga sejalan dengan master plan dari Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) 2019-2024.
Terdapat empat strategi yang saat ini akan dijalankan antara lain penguatan rantai nilai halal, penguatan keuangan syariah, penguatan UKM dan digitalisasi.
"Selain itu untuk memanfaatkan potensi besar juga pemberdayaan umat, berkolaborasi dengan komunitas keagamaan seperti perhimpunan pesantren atau dewan mesjid Indonesia yang tersebar di seluruh Indonesia untuk dapat membangun keyakinan dan kebutuhan akan solusi ekonomi syariah," tandasnya.
Sebelumnya, manajemen Bank Syariah Indonesia menyatakan akan menerbitkan saham baru (rights issue). Dampak dari merger tiga bank syariah BUMN akan menyebabkan porsi investor publik atau masyarakat di saham BRIS akan menjadi di bawah 7,5% atau berada di bawah ketentuan minimal saham milik publik.
Corporate Secretary & Communication Group BRIS Rosalina Dewi T mengatakan bahwa perseroan telah menginformasikan bahwa merger memang akan menyebabkan kepemilikan saham masyarakat menjadi di bawah 7,5%, atau di bawah ketentuan BEI.
Hal ini sudah disampaikan kepada otoritas bursa dan pasar modal, sesuai dengan Ringkasan Rancangan Penggabungan dan Tambahan Informasi dan/atau Perubahan atas Ringkasan Penggabungan antara PT Bank BRISyariah Tbk, PT Bank Syariah Mandiri, dan PT Bank BNI Syariah yang telah dipublikasikan melalui surat kabar pada 21 Oktober 2020 dan 11 Desember 2020.
"Perseroan tidak memiliki rencana untuk menghapuskan pencatatan sahamnya di BEI. Oleh karenanya, perseroan akan melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan guna memenuhi ketentuan yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan tetap memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku," jelasnya.
Dia mengatakan, sebagai perusahaan tercatat, perseroan akan senantiasa mematuhi Ketentuan III.2.2 Peraturan Nomor I-E tentang Kewajiban Penyampaian Informasi.
"Saat ini tidak ada informasi, kejadian atau fakta material lainnya yang belum diungkapkan kepada publik," katanya.
Setelah merger, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) yang sebelumnya menjadi induk BRIS, tak lagi jadi pengendali BRIS melainkan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), dengan kepemilikan sebesar 51%.
Komposisi pemegang saham pada lainnya di BRIS adalah PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) 25,0%, DPLK BRI - Saham Syariah 2% dan publik hanya 4,4%. Adapun BBRI hanya memegang 17,4% saham BRIS.
Aturan free float di BEI atau minimal porsi saham publik menyebutkan bahwa perusahaan tercatat dapat tetap tercatat di bursa jika jumlah saham yang dimiliki pemegang saham bukan pengendali dan bukan pemegang saham utama mencapai minimal 50 juta saham dan minimal 7,5% dari jumlah saham dalam modal disetor.
Selain itu, pemegang saham harus berjumlah minimal 300 nasabah pemilik rekening. BEI juga memberikan waktu paling lambat 2 tahun kepada emiten untuk memenuhi ketentuan tersebut.
KOMENTAR