Gurusaham.com - Logam tanah jarang (LTJ) atau Rare Earth Element (REE) sempat ramai dibicarkan dan menarik perhatian dunia. Logam ini adalah 17 unsur pada tabel periodik kimia, terdiri dari 15 unsur lantanida ditambah skandium dan yttrium.
Etimologi tanah jarang sendiri bukan didasari oleh jumlahnya yang sedikit, mengingat serium, neodimium dan beberapa logam tanah jarang lain memiliki kelimpahan yang lebih besar dari perak, timbal dan timah di kerak bumi.
Hanya saja, secara geokimia logam ini tersebar merata dan jarang ditemukan dalam jumlah banyak di satu tempat, menyebabkan sangat susahnya menemukan deposit utama logam tanah jarang. Sehingga seringkali logam ini tidak ekonomis untuk ditambang sendiri.
Dalam beberapa dekade terakhir, terlihat peningkatan penggunaan LTJ yang cukup besar secara global di berbagai industri. Alasan utama adalah perkembangan teknologi yang semakin cepat dan signifikan.
LTJ memiliki karakteristik seperti sifat magnet yang kuat dan memiliki sifat katalis, saat ini LTJ digunakan secara luas dalam pengembangan energi bersih (yaitu penerangan LED, turbin untuk energi angin, dan panel untuk tenaga surya PV), industri otomotif (yaitu kendaraan hibrida atau listrik), dan pabrik pengolahan (industri penyulingan minyak).
Seiring berjalannya proses transisi menuju bumi yang lebih bersih, permintaan terhadap logam tanah jarang akan membesar dua kali lipat di tahun 2030. Sehingga semua negara sangat butuh rantai pasokan yang bisa diandalkan, tidak terkecuali Indonesia.
Saat ini China masih mendominasi pasar logam tanah jarang. Monopoli China dalam produksi logam tanah jarang tidak hanya memberinya keunggulan strategis atas negara-negara yang sangat bergantung pada komoditas tersebut, seperti AS yang mengimpor 80% logam tanah jarangnya dari China.
Monopoli ini juga menyebabkan rantai pasokan logam tanah jarang global tidak bisa diandalkan, hal ini pernah terjadi di tahun 2010 ketika China menurunkan ekspor kuota sebesar 37% yang menyebabkan harga logam tanah jarang dunia meroket.
Dibandingkan dengan dominasi China dalam produksi dan cadangan REE saat ini, posisi Indonesia di pasar dianggap dapat diabaikan, meskipun produksi dan cadangan produk sampingan ada di beberapa wilayah di seluruh negeri.
Menurut Badan Geologi Kementerian ESDM saat ini sudah terdapat 28 lokasi yang memiliki potensi LTJ. Potensi ini tersebar di seluruh Indonesia, dengan pulau Sumatera memiliki 16 lokasi, Kalimantan 7, Sulawesi 3 dan Jawa 2 lokasi.
Menurut Kepala Pusat Sumber Daya Mineral Batubara dan Panas Bumi (PSDMBP) dalam interview dengan CNBC TV, Iman Kristian Sinulingga, mengatakan akan melakukan eksplorasi lithium & logam tanah jarang pada 2021.
Saat ini Indonesia telah memiliki 80% mineral yang dibutuhkan untuk memproduksi baterai litium. Perkuatan industri baterai merupakan bagian dari kebijakan pemerintah yang menggunakan kendaraan listrik sebagai salah satu cara untuk menciptakan basis industri masa depan yang dibangun dengan memanfaatkan sumber daya alamnya yang melimpah.
Neodimium bertanggung jawab atas sebagian besar permintaan logam tanah jarang, dengan total nilai pasar $ 11,3 miliar pada tahun 2017. Permintaan saat ini melebihi pasokan sekitar 2 hingga 3 ribu ton per tahun, kesenjangan itu diperkirakan akan bertambah lebar karena meningkatnya produksi kendaraan listrik yang menggunakan baterai lithium.
KOMENTAR