Gurusaham.com - Kejayaan saham emiten rokok PT Gudang Garam Tbk (GGRM) sepertinya sudah mulai surut dalam setahun terakhir. Pasalnya saat ini, GGRM tak lagi menjadi perusahaan yang masuk kedalam ranking 10 saham dengan kapitalisasi pasar terbesar (big cap) di bursa.
GGRM kalah dengan rivalnya, PT H.M. Sampoerna Tbk (HMSP) yang saat ini masih eksis di 10 besar big cap. Tak hanya terlempar dari Big Ten Market Cap, kapitalisasi pasar GGRM juga sudah terlempar dari level Rp 100 triliun alias big cap sejak keruntuhan saham-saham rokok raksasa di tahun 2019.
Keruntuhan tersebut tak lain dan tak bukan adalah karena pemerintah terus-menerus menaikan cukai rokok terutama cukai sigaret mesin yang merupakan produksi mayoritas GGRM yang hanya sedikit memproduksi sigaret tangan.
Selain itu status perseroan juga sudah tergolong mature yang ditunjukkan dengan keberanian perseroan untuk membagikan laba bersihnya dalam jumlah besar sebagai dividen dalam tahun-tahun terakhir sebelum terjadinya pandemi sehingga perseroan sulit melakukan ekspansi usaha.
Hal ini tentunya juga menyebabkan pendapatan perusahan menjadi stuck disitu-situ saja juga menjadi salah satu alasan investor melakukan valuasi ulang saham GGRM sehingga harganya terus terkoreksi.
Tercatat dalam tahun-tahun terakhir, GGRM hanya mampu membukukan laba bersih sebesar Rp 7 triliun hingga Rp 8 triliun tanpa adanya pertumbuhan yang berarti.
Nasib baik memang akhir-akhir ini belum berpihak pada GGRM. Bayangkan saja, dari posisi tertingginya di awal tahun 2019 di harga Rp 100.975/unit, GGRM sudah anjlok parah 62,58% ke posisi penutupan perdagangan kemarin di level Rp 37.775/unit.
Bahkan terbaru karena 'ogah' membagi dividen, GGRM juga didepak dari indeks saham IDX High Dividend yang merupakan indeks dengan saham yang rutin membagikan dividen dalam berberapa tahun terakhir dalam jumlah besar.
Hal inilah yang menyebabkan manajemen GGRM mulai membenahi diri dan merambah ke sektor non rokok yakni mulai berinvestasi sektor infrastruktur seperti jalan tol dan bandar udara alias airport.
Tentunya hal ini juga yang menjadi alasan GGRM tidak membagikan dividen di tahun buku 2020, selain tentunya akibat pandemi virus Covid-19.
Namun sebelum GGRM merambah ke sektor infrastruktur jalan tol dan bandara, perseroan ternyata sudah memiliki beberapa usaha lainnya yang tentunya diluar dari usaha terkait rokok.
Adapun sektor usaha lainnya yakni seperti industri kertas, jasa hiburan, perusahaan maskapai, dan usaha objek wisata.
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan secara kepemilikan langsung, berikut ekspansi usaha GGRM.
Daftar Lini Bisnis Gudang Garam
Perusahaan | Kegiatan Bisnis |
PT Surya Madistrindo | Distribusi Produk Rokok |
PT Surya Pamenang | Industri Kertas |
PT Surya Air | Jasa Transportasi Udara (Maskapai) |
PT Graha Surya Media | Jasa Hiburan |
PT Surya Dhoho Investama | Investasi (Bandara Kediri) |
PT Surya Kerta Agung | Konstruksi (Tol Kediri-Tulungagung) |
Baru-baru ini anak usaha GGRM dibidang konstruksi, PT Surya Kerta Agung berencana untuk membangun tol ruas Kediri-Tulungagung.
Adapun untuk pengelolaan Bandara Kediri, yang juga tengah dibangun oleh perseroan juga dikelola oleh anak usaha GGRM, yakni PT Surya Dhoho Investama.
Selain pengelolaan bandara dan tol, ternyata GGRM juga mempunyai perusahaan maskapai (pengelolaan transportasi udara). Melalui PT Surya Air, perusahaan anak usaha GGRM yang didirikan pada tahun 2010 ini menjalankan usaha penyewaan helikopter.
Selain itu, GGRM juga menjalankan bisnis industri kertas melalui anak usahanya PT Surya Pamenang. Mereka mengoperasikan lahan seluas 40 hektare di pinggiran Kediri, Jawa Timur, dengan jumlah pegawainya kurang lebih 1.000 orang. Produknya juga telah banyak diekspor ke luar negeri.
GGRM juga berekspansi ke sektor media melalui anak usahanya PT Graha Surya Media. Perusahaan ini seringkali menggelar event-event musik. PT Graha Surya Media juga mempunya anak usaha, yakni PT Surya Wisata yang bergerak di bidang tour dan travel.
Sejarah Gudang Garam
Awalnya berdirinya perusahaan rokok Gudang Garam bermula dari sebuah industri rumahan pada tahun 1958 dengan produk kretek yang diproduksi pertama kali adalah sigaret kretek klobot (SKL) dan sigaret kretek linting mesin (SKT).
Berawal dari industri rumahan, perusahaan kretek Gudang Garam telah tumbuh dan berkembang seiring tata kelola perusahaan yang baik dan berlandaskan pada filosofi Catur Dharma.
Nilai-nilai tersebut merupakan panduan dalam tata laku dan kinerja perusahaan bagi karyawan, pemegang saham, serta masyarakat luas.
Apa yang dicapai Gudang Garam saat ini tentunya tidak terlepas dari peran penting sang pendiri, Surya Wonowidjojo atau Tjoa Jien Hwie. Sosok ini adalah seorang wirausahawan sejati yang dimatangkan oleh pengalaman dan naluri bisnis.
Pada tahun 1990, Gudang Garam mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya (sekarang digabung menjadi Bursa Efek Indonesia), yang mengubah statusnya menjadi perusahaan terbuka.
Kemudian, didirikan pada tahun 2002, anak usaha Gudang Garam pertama, yakni PT Surya Madistrindo dibentuk untuk menjalankan distribusi produk-produk sigaret Gudang Garam bersama dengan tiga perusahaan distribusi lainnya.
Pada 2009, Surya Madistrindo ditunjuk sebagai distributor tunggal yang memegang kendali strategi distribusi dan field marketing untuk seluruh wilayah Indonesia.
Saat ini, perusahaan Gudang Garam berada di tangan putra dari Surya Wonowidjojo, yakni Susilo Wonowidjojo sejak tahun 2009. Dia juga dinobatkan sebagai orang terkaya keempat di Indonesia oleh Majalah Forbes pada tahun 2019 dengan nilai kekayaan mencapai 6,6 miliar dolar Amerika Serikat (AS).
Dikutip dari Forbes, Keluarga Susilo Wonowidjojo mendapatkan kekayaan dari Gudang Garam, produsen rokok kretek yang diperdagangkan secara publik, yang memproduksi 96 miliar batang rokok pada tahun 2019.
Sementara saudara kandungnya, yakni kakak laki-lakinya, Rachman Halim, mengambil alih seperempat abad kemudian, dan menjalankannya hingga kematiannya pada tahun 2008.
Susilo telah menjadi presiden direktur sejak 2009, sementara saudara perempuannya Juni Setiawati adalah komisaris utama.
KOMENTAR