Gurusaham.com - Investor dinilai tak perlu mengkhawatirkan tekanan jual yang berpotensi menerpa saham-saham yang mengalami perubahan bobot signifikan saat aturan baru soal skema pembobotan indeks berdasarkan free float diterapkan.
Direktur Panin Asset Manajemen Rudiyanto menuturkan, skema free float sudah berlaku untuk pembobotan sejumlah indeks acuan di BEI seperti indeks IDX30 dan LQ45 sejak 2019 lalu. Adapun, otoritas Bursa belum lama ini mengumumkan bahwa skema serupa akan diterapkan secara bertahap untuk semua indeks yang tercatat, termasuk indeks harga saham gabungan (IHSG).
"Secara praktek, tidak ada reksa dana indeks yang mengacu ke IHSG, jadi penyesuaian bersifat opsional. Ini berbeda dengan reksa dana indeks dan ETF yang mengacu pada indeks tertentu, yang mana penyesuaian bersifat wajib mengikuti pembobotan yang berlaku,” kata Rudiyanto, Senin (14/6/2021)
Alhasil, ketika skema tersebut berlaku, Rudiyanto menyebut saham yang bobotnya menjadi lebih besar di IHSG selepas penyesuaian tersebut berpotensi lebih dilirik, tetapi tidak ada kewajiban bagi manajer investasi untuk menambah.
Di sisi lain, dia menyebut tekanan jual mungkin saja terjadi bagi saham-saham yang mengalami penyusutan bobot karena MI harus menyesuaikan kepemilikan dengan bobot baru saham tersebut. Namun, hal tersebut tak akan berdampak signifikan.
"Ini mengingat LQ45 dan IDX30 yang paling banyak dilakukan sudah menyesuaikan sejak beberapa tahun lalu, kemudian reksa dana saham juga tidak memiliki kewajiban untuk penyesuaian langsung dan tidak harus juga, meskipun ada, kemungkinan tidak besar” ungkapnya.
Senada, Analis Indo Premier Sekuritas Mino menilai rencana pemberlakuan skema pembobotan baru menggunakan metode free float tidak memengaruhi perilaku investor dan memicu aksi jual berkepanjangan.
Sebagai gambaran, dia menyebut berdasarkan aturan pembobotan yang baru tersebut batas maksimalnya 9 persen dan saat ini untuk reksadana bobot maksimal di satu saham 10 persen, yang artinya tak ada yang reksadana yang bobotnya lebih dari jumlah tersebut.
“Sehingga penyesuaian berdasarkan free float, contohnya BBCA dari 11 persen ke 9 persen, akan berdampak minimal apalagi proses penyesuaiannya selama 3 fase atau cukup lama,” kata Mino kepada Bisnis, Senin (14/6/2021).
Terpisah, Direktur MNC Asset Manajemen Edwin Sebayang berpandangan skema free float yang akan diterapkan Bursa untuk pembobotan indeks akan memengaruhi saham-saham big caps, terutama yang memiliki porsi free float kecil.
“Dampak dari perhitungan free float baru akan pengaruh ke weighting atau pembobotan terhadap IHSG setidaknya sampai akhir 2021,” ujar Edwin.
Dia menuturkan, ketika skema tersebut mulai berlaku, bobot indeks sektoral pun akan mengalami penurunan yang signifikan sehingga ini akan memicu MI yang benar-benar memiliki pakem pada bobot tertentu untuk melakukan penjualan.
Di sisi lain, Edwin menyebut kehadiran emiten teknologi kelas kakap seperti Bukalapak dan GoTo Group yang digadang-gadang akan masuk bursa pada semester II/2021 mendatang juga akan turut memberikan pengaruh.
“Sementara mayoritas sektor akan turun bobotnya, sektor teknologi akan naik signifikan jika GoTo dan Bukalapak masuk. Sektor teknologi bisa kontribusi sampai 16 persen ke indeks,” tutur dia.
KOMENTAR