Gurusaham.com - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup ambruk 1.01% ke level 6.007,12 pada perdagangan akhir pekan Jumat (18/6/21) di tengah kenaikan kasus Covid-19 di Tanah Air.
Nilai transaksi hari ini sebesar Rp 17 triliun dan terpantau investor asing menjual bersih Rp 374 miliar di pasar reguler. Tercatat 112 saham terapresiasi, 412 terkoreksi, sisanya 122 stagnan.
Seiring dengan ambruknya IHSG, saham emiten barang konsumer PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) juga ikutan anjlok sedalam 3,45% ke posisi Rp 4.900/saham dengan nilai transaksi sebesar Rp 282,74 miliar.
Pelemahan saham UNVR ini terjadi berbarengan dengan aksi jual bersih (net sell) asing sebesar Rp 19.80 miliar, menjadikan saham UNVR sebagai salah satu saham yang paling banyak dilego asing hari ini. Adapun selama sepekan terakhir, asing juga melakukan net sell sebesar Rp 21,62 miliar di pasar reguler.
Praktis, dengan ini saham UNVR hanya menghijau sekali dalam seminggu, yakni pada Rabu (16/6) ketika ditutup naik 0,48%. Dalam sepekan, saham ini anjlok 8,41%, sementara dalam sebulan ambles 10,09%.
Secara historis, harga saham UNVR hari ini menjadi yang terendah sejak 8 tahun lalu, atau lebih tepatnya sejak 2 Mei 2013 ketika saham produsen brand pasta gigi Pepsodent berada di posisi Rp 5.050/saham.
Ada kabar buruk dari dalam negeri seputar penanganan pandemi. Per Kamis kemarin, Kementerian Kesehatan melaporkan total pasien positif corona di Tanah Air mencapai 1.950.276 orang, bertambah 12.624 orang dari hari sebelumnya, menjadi kenaikan harian tertinggi sejak 30 Januari 2021.
Perkembangan ini membuat rata-rata tambahan pasien positif dalam 14 hari terakhir menjadi 8.082 orang per hari. Melonjak dibandingkan rerata 14 hari sebelumnya yaitu 5.588 orang setiap harinya. Fasilitas Kesehatan di Indonesia pun diprediksi bisa tumbang dalam waktu 2-4 minggu. Ini dapat terjadi jika pengendalian pandemi tanah air tidak diperketat.
Jika kondisinya tak terkendali, maka pemerintah berpeluang melakukan pengetatan aktivitas masyarakat, yang bakal berujung pada tersendatnya kembali aktivitas ekonomi dan memicu kontraksi berkelanjutan pada kuartal II-2021.
"Jika tak ada containment, tidak ada pengendalian yang tepat dan cepat saya bisa katakan 2 minggu sampai 1 bulan lagi kita sudah akan kolaps," kata Kabid Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia, Masdalina Pane di kanal Youtube BNPB, Kamis (17/6/2021).
KOMENTAR