Gurusaham.com - Mantan Direktur Utama BEI, Hasan Zein Mahmud memberikan kritik terkait rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan jual rugi (cut loss) di enam saham yang menjadi portofolio BPJS Ketenagakerjaan.
Keenam saham tersebut antara lain PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP), PT Krakatau Steel Tbk (KRAS), PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), PT London Sumatera Indonesia Tbk (LSIP), dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG).
Hasan menilai, BPK seharusnya adalah lembaga tinggi negara yang mandiri dan bebas, memiliki wewenang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, tapi produk pelaksanaan tugasnya berupa pendapat, nasihat, anjuran, rekomendasi. Bukan komando.
"Cut loss dan profit taking adalah terminologi teknis. Bila diucapkan oleh BPK ia akan berkonotasi komando," katanya.
Menurut Hasan, pelaksanaan cut loss dan take profit akan secara langsung berpengaruh terhadap kinerja keuangan BPJS. Selain itu, bisa langsung mempengaruhi realisasi rugi laba dan akan berdampak pada keuangan negara.
"Apakah BPK bisa dimintai pertanggungan jawab terhadap kerugian atau opportunity profit yang hilang yang diderita BPJS, akibat perintah cut loss/take profit?" ujarnya.
Tak hanya itu, kata Hasan, perintah cut loss dan take profit kepada institusi sebesar BPJS akan berpengaruh terhadap opini dan persepsi pasar dan bisa berpotensi menimbulkan gejolak pasar. Hal ini pada akhirnya akan mengakibatkan kerugian bagi masyarakat investor umumnya.
Hasan menekankan, bahwa hukum besi investasi finansial ialah no risk no return. No pain no gain. No guts no glory". Jika BPJS tidak boleh rugi dalam berinvestasi, BP Jamsostek bisa menginvestasikan seluruh dananya di risk free assets seperti Surat Utang Negara dalam denominasi rupiah. Namun, instrumen itu entu tidak optimal bagi kesejahteraan para tenaga kerja.
"Keputusan investasi yang sehat pasti memperhitungkan kondisi keuangan, tujuan investasi, termasuk horison investasi, target yang ingin dicapai dan tingkat maksimal risiko yang bisa dipikul tanpa mengurangi kenyamanan pemenuhan kewajiban BPJS kepada para nasabah," jelasnya.
Menurut dia, institusional investor sekelas BPJS tentu sangat faham dengan konsep duration asset and duration liabilities. BPJS tentu bisa memprediksikan jumlah dan waktu cash inflows yang akan diterimanya dari peserta.
Selain itu bisa memperkirakan jumlah dan jadual cash outflows sebagai pemenuhan kewajibannya kepada para peserta. Lalu memilih instrumen/kombinasi instrumen yang mampu memenuhi kewajibannya plus hasil lebih yang bisa dijadikan cadangan.
Institusional sekelas BPJS, katanya juga memiliki SOP yang jelas dan rinci untuk memenuhi semua aturan dan peluang mencapai misinya dengan baik.
"Hemat saya lebih bijak bila pemeriksaan BPK difokuskan pada kemungkinan ketidak jujuran dalam pengelolaan dana, pada apakah kualitas SOP sudah cukup memadai bagi kemanan dana dan pencapaian target, pada apakah SOP dilaksanakan dengan jujur, sungguh-sungguh dan konsisten, dan pada apakah SDM yang dimiliki cukup kompeten untuk menerima tanggung jawab," urainya.
Secara terpisah, sebelumnya Deputi Direktur Bidang Humas dan Antar Lembaga BPJamsostek, Irvansyah Utoh Banja mengatakan, perseroan senantiasa menindaklanjuti rekomendasi BPK terkait investasi dan operasional terkait dengan pemeriksaan periode semester II 2020.
"Rekomendasi BPK untuk melakukan take profit atau cut loss saham-saham tertentu telah dikaji secara internal dan kebijakan terkait cut loss telah diusulkan untuk masuk dalam regulasi pemerintah yang mengatur tata kelola investasi BPJamsostek," kata Utoh, kepada CNBC Indonesia, Kamis (24/6/2021).
Dia menambahkan, sepanjang tahun 2020, BP Jamsostek tercatat membukukan kenaikan aset Dana Jaminan Sosial (DJS) sebesar 13,2% dari tahun sebelumnya dan memberikan imbal hasil Jaminan Hari Tua (JHT) 5.59% di atas rata-rata bunga deposito bank pemerintah sebesar 3.63%.
"BPJamsostek berkomitmen untuk selalu memperbaiki tata kelola pengelolaan investasi dan memberikan hasil pengembangan yang optimal kepada seluruh peserta," ungkapnya.
KOMENTAR