Gurusaham.com, - Emiten bank dengan kapitalisasi pasar terbesar, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) telah selesai melakukan stock split sahamnya dengan perbandingan 1:5. Investor ritel wajib waspada.
Presiden Direktur Bank Central Asia Jahja Setiaatmadja mengungkapkan alasan BCA melakukan stock split. Emiten berkode BBCA ini ingin agar harga sahamnya dapat lebih terjangkau.
"Sekarang kalau kita bicara kenapa mesti di stock split, kita tahu sebelum stock split yang terakhir 1 jadi 5, harga saham BBCA itu di atas Rp30.000. Bahkan, waktu koreksi besar-besaran saat awal Covid-19 paling rendah itu kalau tidak salah Rp26.000 tapi itu tidak lama, langsung naik lagi ke Rp30.000, terakhir sekitar Rp35.000," paparnya dikutip Sabtu (16/10/2021).
Dengan harga setinggi itu, para investor kelas kakap, investor luar negeri, dan pemegang dana pensiun, serta asuransi tidak memiliki masalah. Namun, jika bicara investor ritel, tentunya harga tersebut terlalu tinggi.
"Kasihan dong teman-teman investor ritel kok mahal banget ya kalau beli satu lot 100 saham sudah jutaan harus bayar. Sebab itulah kita coba support supaya ini dapat kesempatan juga investor-investor ritel, investor kecil, para millenials, ini penting sekali untuk belajar investasi di saham, sebab itu kita bagi jadi 5," jelasnya.
Perseroan baru saja melakukan stock split membagi sahamnya menjadi lima. Sejak melantai di bursa, BBCA sudah melakukan stock split hingga 4 kali.
"Kalau mau tahu sejarahnya, pada awal pertama kita go public, tahun 2000, itu harga saham BBCA dipasarkan dengan 1.400 kurang lebihlah. Kemudian, tahun 2001 kita stock split 1 jadi 2. jadi kalau hitung harga orisinalnya dari 1.400 jadi 700," urainya.
Kemudian, pada 2004, BBCA kembali melakukan stock split dari 1 menjadi 2 lagi. Kalau menghitung harga awal dari 700 dibagi dua menjadi 350.
Stock split ketiga terjadi pada 2008 dengan perbandingan yang sama 1:2. Angkanya berubah dari 350 menjadi 175.
"Kalau itu dihitung harga pertama kali kami go public. Nah, tahun 2021, kita stock split 1 banding 5, artinya kalau stock split dibagi 5 itu Rp35. Harga awal Rp35, sekarang sesudah stock split kemarin kira-kira setara Rp7500 bayangkan kenaikan tren harganya," urainya.
Lebih lanjut, dari harga berkisar Rp35.000 tersebut berubah menjadi Rp7.000, di periode awal stock split harganya bahkan sempat menembus 8.250. Namun, kembali stabil di level 7.500.
Bos BCA ini mengingatkan kepada para investor ritel agar memperhatikan harga tersebut walaupun secara nilai sudah terjangkau. Pasalnya, harus diingat juga saham BBCA itu dikuasai tidak hanya investor ritel, tetapi investor asing, investor institusi, serta para pemodal besar.
"Nah, mereka itu yang kita katakan mengerti sekali akan fundamental, jadi mereka sudah incar pada harga berapa ini bisa jadi kemahalan, jadi kalau harga naik itu normal. Akan tetapi, kita harapkan Anda juga jangan terlalu emosional dikejar terus itu harga, itu tidak benar," katanya.
Jahja mengingatkan para investor besar tersebut sudah siap taking profit atau ambil untung. Misalkan, ketika harga BBCA mencapai 8.000 kalau dikali 5 atau harga sebelum stock split sudah mencapai 40.000, padahal harga sebelumnya paling tinggi 35.900.
Investor kelas kakap ini jelasnya, sudah mesti menilai terlalu tinggi dan mereka langsung take profit, ini yang harus diwaspadai investor ritel. Menurutnya, yang terpenting itu adalah fundamental, ini penting untuk investasi jangka panjang.
"Bahwa longterm performance saham-saham yang fundamentalnya bagus itu trennya bakal naik iya, naik turun harian itu normal, tetapi tidak bisa juga dipacu terus sampai setinggi-tingginya. Jadi Anda harus rasional, harus cool, pada saat yang tepat Anda membeli, pada saat anda pikir sudah cukup menguntungkan, silakan saja, tidak ada yang menghalangi untuk menjual," jelasnya.
[Bisnis.com]
KOMENTAR