Gurusaham.com - Emiten produsen baja BUMN, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS), mencatatkan laba Rp 1,06 triliun sampai dengan periode November 2021.
Pada periode sama, perseroan membukukan pendapatan sebesar Rp 30 triliun atau meningkat 66,8% dibandingkan pendapatan di periode yang sama tahun 2020.
Direktur Keuangan Krakatau Steel, Tardi mengatakan, Krakatau Steel mencapai realisasi EBITDA sebesar Rp 2,2 triliun pada November tahun ini, meningkat 105% dibandingkan EBITDA di periode yang sama tahun 2020.
"Performance Krakatau Steel sampai dengan November 2021 ini kami sampaikan untuk mengembalikan kepercayaan pasar, kreditur, vendor bahwa kinerja Krakatau Steel semakin baik. Kami juga yakin di tahun 2021 ini pun kami akan kembali mencatatkan laba, bahkan meningkat dari laba tahun buku 2020," ungkap Tardi, dalam keterangan resmi, Rabu (15/12/2021).
Sejalan dengan itu, Tardi juga menjelaskan bahwa Krakatau Steel akan memenuhi pembayaran kewajiban utangnya sebesar USD200 juta kepada tiga bank milik pemerintah yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., yang jatuh tempo di bulan Desember 2021.
"Kami berkomitmen akan melakukan pembayaran kewajiban tersebut. Dengan dukungan dari Kementerian BUMN, Krakatau Steel saat ini, tengah menyiapkan langkah-langkah agar kami dapat membayar kewajiban tersebut tepat waktu," tambah Tardi.
Lebih lanjut Tardi menyatakan bahwa beragam inisiatif strategis yang dijalankan seperti efisiensi, digitalisasi, dan optimalisasi organisasi menjadikan Krakatau Steel semakin menguatkan daya saing di pasar baja nasional. Hasilnya, Krakatau Steel membukukan perbaikan kinerja di tiap periodenya.
Sebelumnya, emiten baja pelat merah ini disebut Menteri BUMN, Erick Thohir akan bangkrut pada Desember tahun ini jika tidak melakukan sejumlah langkah restrukturisasi.
"Ada tiga langkah (restrukturisasi), problem-nya langkah ketiga ini macet," kata Erik dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI, Kamis lalu, dikutip Sabtu (4/12/2021).
Erick bercerita dulu ada investasi krakatau steel dalam pembuatan pabrik blast furnace seharga US$ 850 juta pada 2008 lalu, namun kondisinya mangkrak, dan tidak memberikan manfaat. Sempat ada harapan proyek ini diambil alih China namun gagal.
Lalu langkah kedua yang sedang diambil mengenai negosiasi kerja dengan salah satu perusahaan baja Posco sebagai pemilik saham terbesar KRAS (kode emiten Krakatau Steel), dengan porsi 70%.
Langkah terakhir adalah kemungkinan Lembaga Pengelola Investasi (LPI) atau Indonesia Investment Authority (INA) untuk berinvestasi di Krakatau Steel. Erick menjelaskan jika ketiga langkah ini tidak berjalan maka Krakatau Steel pada bulan Desember ini bisa default.
[CNBC]
KOMENTAR