Gurusaham.com - Kinerja sektor perbankan bersinar cemerlang di tahun lalu dan menjadi emiten yang banyak diburu di pasar modal, khususnya sektor perbankan. Beberapa bank besar tercatat kompak mencatat kinerja cemerlang di 2021, seiring pulihnya kondisi ekonomi pasca pandemi covid 19, sebut saja PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI).
Bank yang dinahkodai oleh Sunarso ini mampu membukukan laba bersih 2021 mencapai Rp 32,22 triliun, atau tumbuh 75,53% secara year-on-year (yoy). Hasil positif itu tidak lepas dari pertumbuhan pendapatan bunga menjadi Rp 143,52 triliun. Sedangkan, rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) turun dari 0,80% menjadi 0,70%.
Hasil ini membuat investor doyan memborong saham BBRI di pasar saham dan sempat melambungkan harga saham BBRI mencapai rekor tertingginya di Rp 4.940. Level tersebut merupakan tertinggi sepanjang sejarahnya alias all time high (ATH).
Di sisi lain, emiten BBRI juga rajin bagi-bagi dividen setiap tahunnya. Untuk kinerja 2021, dividen BBRI tercatat sebesar Rp 174, 25. Sehingga tidak heran investor berburu saham BBRI, demi memperoleh dividen.
Lalu bagaimana dengan 2022? Tahun ini memang masih menjadi misteri, seiring dengan tingginya sentimen negatif yang muncul dari luar negeri, mulai dari invasi Rusia ke Ukraina hingga kenaikan tingkat suku bunga the feed.
Namun yang menarik, CEO BRI Group, Sunarso optimistis tahun ini bank yang dipimpinnya bakal kembali mendulang kinerja positif, bahkan jauh melebihi pencapaian 2021.
Bukan tanpa alasan, berkat transformasi yang dijalankan, BRI hingga kuartal I-2022 mencatatkan laba bersih konsolidasi senilai Rp 12,22 triliun atau tumbuh sebesar 78,13% year on year. Sementara untuk aset tercatat mencapai Rp 1.650,28 triliun atau tumbuh 8,99% yoy.
Sunarso bahkan memproyeksikan laba perseroan dapat mencapai Rp 45 triliun di 2022. Apabila perolehan tersebut terealisasi, maka akan menjadi pencapaian terbesar dalam sejarah perolehan laba bank nasional.
"Sekarang pada kuartal I Rp 12,2 triliun. Kami mungkin (laba 2022) Rp 40 triliun. Kalau melesat paling-paling Rp 45 triliun," tuturnya.
Jika hal tersebut tercapai, bukan tidak mungkin, Investor BBRI akan "kenyang" dividen untuk kinerja tahun buku 2022. Berdasarkan catatan CNBC Indonesia, dalam tiga tahun terakhir, pada periode kepemimpinan Sunarso, dividend pay out ratio BBRI selalu di atas 50%. Bahkan di 2020, saat dampak pandemi covid-19 benar-benar mempengaruhi kinerja perbankan nasional, dividend payout ratio BBRI masih tinggi, yakni sebesar 65%.
Sunarso mengungkapkan, pihaknya telah menyiapkan empat strategi utama untuk meneruskan capaian positif hingga akhir 2022.
Pertama, selective growth, di mana BRI berfokus pada sektor yang memiliki potensi tinggi, dengan eksposur minimum terhadap gejolak eksternal, yaitu sektor pertanian, industri bahan kimia, serta makanan dan minuman.
Selain itu, BRI akan meneruskan strategi business follow stimulus dengan memfokuskan pertumbuhan berdasarkan stimulus pemerintah untuk membantu penguatan pertumbuhan ekonomi domestik.
Selanjutnya, BRI akan fokus pada kualitas, selektif dalam menentukan kelayakan nasabah restrukturisasi dengan mempertimbangkan kondisi dan potensi bisnis nasabah, serta menerapkan soft landing strategy dengan membentuk cadangan yang cukup untuk mengantisipasi terjadinya pemburukan kualitas kredit nasabah restrukturisasi.
Untuk menjaga profitabilitas, BRI fokus pada pinjaman dengan high yield tinggi yaitu segmen mikro dan consumer loan serta meningkatkan efisiensi melalui peningkatan dana murah (CASA). Dalam menghadapi tren kenaikan suku bunga, BRI terus meningkatkan CASA secara gradual dari 63% pada kuartal I-2021, menjadi 66% pada kuartal I-2022, di antaranya melalui wholesale transaction, penetrasi digital saving BRI, dan hyperlocal ecosystem pada segmen mikro.
"Dengan penerapan Good Corporate Governance (GCG) yang baik, BRI Group akan terus bekerja di area UMKM utamanya mikro dan kemudian dengan cara-cara yang efisien, dan value yang diciptakan harus kembali ke mikro dan itu akan menjadi putaran bola salju yang makin besar sehingga makin besar value creation," pungkas Sunarso.
[CNBC]
KOMENTAR