Gurusaham.com - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) secara resmi akan mengumumkan pendirian Indonesia Battery Holding (IBH) yang bernama lengkap Indonesia Battery Corporation (IBC) yang dibentuk untuk mengelola industri baterai terintegrasi dari hulu sampai ke hilir di Tanah Air.
Berdasarkan undangan yang didapat media nasional termasuk CNBC Indonesia, kementerian yang dipimpin Erick Thohir ini akan menggelar konferensi pers Pendirian Indonesia Battery Corporation (IBC) pada Jumat (26/3/2021) pukul 15.30 sore nanti.
Narasumber yang hadir di antaranya Menteri BUMN Erick Thohir, Wakil Menteri BUMN (Pahala Mansury dan Kartiko Wirjoatmodjo), Dirut IBC, dan lainnya.
Berikut fakta-fakta yang dikumpulkan CNBC Indonesia berdasarkan pemberitaan sejak awal tahun ini.
1. Anggota Holding IBC
Perusahaan holding ini nantinya terdiri dari empat perusahaan BUMN antara lain PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero)/Inalum alias MIND ID, anak usahanya yakni PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Pertamina (Persero), dan PT PLN (Persero).
Wakil Menteri I BUMN Pahala Nugraha Mansury mengatakan nantinya IBC ini bisa menjadi satu perusahaan yang bisa melakukan kerja sama dengan para calon mitra.
"Jadi satu perusahaan yang bisa melakukan penandatanganan kerja sama joint venture (jv) dengan para calon mitra," jelasnya dalam forum 'BUMN Media Talk, EV Battery: Masa Depan Ekonomi Indonesia' secara daring, Selasa (02/02/2021).
Menurutnya, rantai pasok dari industri baterai ini sangat panjang, mulai dari pertambangan, smelter, pembuatan pabrik prekursor, dan lainnya.
"Nah memayungi semua value chain itu Indonesia Battery Corporation (Indonesia Battery Holding) ini. Dimiliki empat perusahaan, MIND ID, Antam, PLN, dan Pertamina. Kita selalu sampaikan kita harus terintegrasi," jelas mantan Dirut Bank BTN ini.
Di sisi hulu ada Antam, MIND ID, dan di sisi hilir ada Pertamina dan PLN. Menurtu dia, holding yang sudah dibentuk ini bisa melakukan kerja sama dengan calon mitra potensial, seperti dari China, Korea Selatan, Amerika Serikat, dan negara Eropa.
"Memang 3-4 negara-negara ini para pemain global bisa bawa uang, bawa teknologi, dan bawa pasar, sehingga apa yang diproduksi di masing-masing bagian dari value chain produk EV maupun baterai kita kerjasamakan," ungkapnya.
Adapun Ketua Tim Percepatan Proyek Baterai Kendaraan Listrik, Agus Tjahajana Wirakusumah mengungkapkan empat BUMN tersebut mendapatkan persentase kepemilikan saham yang sama.
"Porsi kepemilikan saham masing-masing BUMN pada konsorsium IBC adalah sebesar 25% dengan tujuan untuk menjaga netralitas dan akuntabilitas, mendorong sinergi dan penyelarasan sepanjang ekosistem EV baterai," kata Agus, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Senin (01/02/2021).
2. Target Semester I-2021
Wakil Menteri I BUMN Pahala Mansury menegaskan pembentukan IBC ini ditargetkan bakal terbentuk pada semester I tahun ini.
"Kami harap pembentukan IBH bisa dibentuk di semester satu tahun ini. Sudah ada diskusi empat badan usaha itu, juga sudah ada diskusi awal dengan para calon mitra, timeline semester I tahun ini," ungkapnya dalam forum 'BUMN Media Talk, EV Battery.
3. RI Targetkan Jadi Pemain Baterai EV 2025
Ketua Tim Percepatan Proyek Baterai Kendaraan Listrik Agus Tjahajana Wirakusumah mengatakan Indonesia punya ambisi besar holding baterainya bisa menjadi pemain global. Menurutnya BUMN memiliki ambisi besar untuk mengembangkan ekosistem baterai EV pada 2025.
Dia menyebut, Indonesia dianugerahi material yang bisa menjadi bahan baku pembuatan baterai mobil listrik. Produksi nikel sulfat menurutnya sebesar 50 ribu-100 ribu ton per tahun yang bisa digunakan di dalam negeri dan ekspor.
"Menjadi produsen prekursor dan katoda global dengan output tahunan 120 ribu-240 ribu ton untuk diekspor dan digunakan secara lokal," paparnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Senin (01/02/2021).
NEXT: Mitra Asing dan Nilai Investasi
4. Cadangan Nikel RI Terbesar Dunia
Indonesia dianugerahi sumber daya alam yang melimpah, salah satunya nikel yang merupakan bahan baku dalam pembuatan baterai untuk mobil listrik. Bahkan, Indonesia disebut menguasai 30% dari cadangan dan sumber daya nikel dunia, yakni sebesar 21 miliar ton.
Tidak hanya nikel, Indonesia juga mempunyai material komponen baterai penting lainnya seperti aluminium, tembaga, mangan, dan cobalt. Masing-masing secara rinci cadangan bahan baku untuk aluminium sebesar 1,2 miliar ton, tembaga 51 miliar ton, dan mangan sebesar 43 miliar ton.
Hal tersebut diungkapkan Ketua Tim Percepatan Proyek Baterai Kendaraan Listrik Agus Tjahajana Wirakusumah saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Senin (01/02/2021).
Agus mengatakan, dalam rangka terwujudnya energi bersih, serta peningkatan ketahanan energi pemerintah menetapkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2019 tentang percepatan program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai.
Program Indonesia Battery Corporation menurutnya merupakan program prioritas pemerintah. Selain Perpres, dukungan pemerintah juga diwujudkan melalui keputusan Kementerian BUMN membentuk Tim Percepatan Pengembangan EV Battery.
"Indonesia punya beberapa material bahan baku utama pembuatan baterai EV seperti nikel, aluminium, mangan, cobalt, bahkan untuk nikel Indonesia memiliki 30% dari cadangan nikel dunia," ucapnya.
Dia mencontohkan, Antam misalnya, memiliki cadangan nikel yang cukup besar, sehingga bisa memasok produksi baterai kendaraan listrik.
"Antam punya cadangan nikel yang cukup besar," tegasnya.
5. Roadmap Baterai Listrik RI
Tim Percepatan Proyek Baterai Kendaraan Listrik Agus Tjahajana Wirakusumah mengatakan pihaknya sudah menyusun peta jalan (roadmap) pembangunan ekosistem industri baterai kendaraan listrik hingga 2027 mendatang.
Berdasarkan data yang dipaparkan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi VII DPR RI, Senin (01/02/2021), pada 2021 ini akan digencarkan pembangunan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) dan Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU) di seluruh Indonesia.
Saat ini sudah ada 32 titik SPKLU di 22 lokasi dan proyek percontohan (pilot project) 33 SPBKLU. Selain itu, tahun ini juga direncanakan akan ada pengembangan sistem penyimpanan energi (energy storage system/ ESS).
"Roadmap pengembangan industri baterai EV dan ESS adalah hingga 2027. Tahun 2021 targetnya yaitu dimulainya pembangunan charging station atau SPKLU dan SPBKLU di seluruh Indonesia," ungkapnya dalam RDP, Senin (01/02/2021).
Kemudian, pada 2022 OEM ditargetkan akan mulai memproduksi kendaraan listrik di Indonesia. Lalu, pada 2024 smelter High Pressure Acid Leaching (HPAL) ditargetkan mulai beroperasi yang dikembangkan oleh PT Aneka Tambang Tbk dan pabrik Pabrik Precursor baterai dan katoda mulai beroperasi yang dikerjakan Pertamina dan MIND ID.
"Tahun 2022 perusahaan manufacturing EV diharapkan mulai beroperasi di Indonesia dan dari hulu sampai hilir direncanakan akan beroperasi pada 2024," jelasnya.
Kemudian, pada 2025 pabrik cell to pack mulai beroperasi yang dikembangkan oleh Pertamina dan PLN. Kemudian, pada 2026 ibu kota baru RI di Kalimantan Timur diharapkan sudah 100% mengadopsi kendaraan listrik.
6. Nilai Investasi Baterai Listrik Rp 238 T
Tim Percepatan Proyek Baterai Kendaraan Listrik Agus Tjahajana Wirakusumah mengatakan pembangunan ekosistem industri baterai listrik secara terintegrasi dari hulu sampai hilir bakal membutuhkan investasi mencapai US$ 13-17 miliar atau sekitar Rp 182 triliun-Rp 238 triliun (asumsi kurs Rp 14.000 per US$).
"Dengan risiko teknologi yang tinggi dan pasar yang bergantung pada OEM [original equipment manufacturer]," ungkapnya dalam RDP di DPR.
Teknologi baterai yang digunakan masih bergantung pada pemain global baterai dan OEM sebagai pembeli (offtaker), sementara Indonesia belum memiliki pengalaman memadai dalam membangun industri baterai listrik.
Dia mengatakan dalam 20 tahun ke depan penggunaan kendaraan listrik akan terus meningkat. Dalam industri baterai Indonesia dianugerahi nikel yang merupakan bahan baku pembuatan baterai.
"Indonesia punya banyak material bahan baku seperti nikel, aluminium, kobalt," tuturnya.
Direktur Utama MIND ID Orias Petrus Moedak juga mengatakan pembangunan ekosistem industri baterai listrik secara terintegrasi dari hulu sampai hilir diperkirakan bakal menelan investasi sebesar US$ 13-17 miliar. Pendanaan investasi tersebut akan dilakukan secara bertahap.
Kebutuhan di tahap awal menurutnya hanya mencapai sebesar US$ 5 miliar sampai US$ 10 miliar. Besaran nilai ini tidak langsung digelontorkan. Orias menyebut, investasi di hulu cukup besar, namun bukan di tambangnya, melainkan pada pembangunan smelternya. Pihaknya berencana membangun smelter High Pressure Acid Leaching (HPAL) atau The Rotary Klin Electric Furnace(RKEF).
Setelah proyek smelter, maka akan masuk dalam proyek baterai yang rencananya Pertamina dan PLN juga akan ikut bekerjasama.
"Di dalam kerja sama tentu kita ada equity-nya [penyertaan saham]. Penghitungan sementara, equity 30% dan pinjaman 70%," tuturnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi VII DPR RI, Senin (01/02/2021).
Dia mengatakan, besaran ekuitas 30% itu berlaku untuk masing-masing proyek. Namun untuk proyek hulu hingga smelter, holding BUMN Indonesia Battery akan menyumbang ekuitas lebih besar. Sementara untuk proyek baterai menurutnya tergantung dari hasil negosiasi dengan mitra dan pembeli (offtaker) baterainya.
Menurutnya, kini telah ada dua calon mitra utama yang sedang dijajaki yaitu perusahaan baterai asal China, CATL (Contemporary Amperex Technology Co. Limited dan perusahaan asal Korea Selatan, LG.
"Akan ada dua mitra utama, yang sekarang sedang berjalan, ada dengan LG dan CATL. Dengan CATL, yang lead untuk nego yaitu Antam, sedangkan yang nego dengan LG yaitu dari Pertamina karena sudah ada kerja sama dengan LG di tempat lain," ujarnya.
Dia mengatakan, pendanaan yang bertahap ini sudah dihitung. Ketika permintaan terhadap baterai ini sudah ada dan bahkan meningkat, maka investasi berikutnya akan dilanjutkan.
Dia mengakui bahwa penggunaan kendaraan listrik pada tahun lalu masih sedikit. Oleh karena itu, lanjutnya, produksinya nantinya akan disesuaikan secara bertahap sesuai dengan jumlah permintaan.
"Untuk rencana awal Indonesia Battery Holding (IBH) berdiri, modalnya kurang lebih US$ 50 juta, dan itu hanya awalnya. Setelah itu, kita akan melihat potensi kerja sama dengan mitra dan bagaimana pendanaan lanjutnya," tuturnya.
7. Mitra Strategis IBC dari China dan Korea
Menteri BUMN Erick Thohir kembali membawa kabar baik bagi investor. Erick mengungkapkan, kolaborasi perusahaan pelat merah dalam membentuk perusahaan raksasa baterai (EV battery) mobil listrik di Indonesia. Tiga BUMN akan menggandeng perusahaan dari luar negeri untuk membangun pabrik tersebut, antara lain, PT PLN (Persero), Inalum dan Pertamina.
Ketiga BUMN ini akan menggandeng LG Energy Solution asal Korea Selatan dan Contemporary Amperex Technology Co. Limited (CATL) asal China.
Proyek ini juga akan melibatkan anak usaha MIND ID atau Inalum yakni ANTM dan PT Timah Tbk (TINS). Adapun MIND ID juga memiliki 20% saham PT Vale Indonesia (INCO) yang sudah diakuisisi tahun lalu.
"Ada yang namanya EV battery. Bagaimana policy pemerintah supaya bisa jadi produsen selain jadi market, bisa dijaga salah satunya nikel. Tak mau dikirim ke luar negeri raw material. Kami diberi kepercayaan, di mana PLN, Inalum, Pertamina akan membuat perusahaan baterai nasional partner dengan CATL dan LG," kata Erick dalam forum Economic Outlook 2021 yang digelar CNBC Indonesia, Kamis (25/2/2021).
8. Investasi Smelter Nikel
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menargetkan pada 2023 mendatang Indonesia akan memiliki rantai pasok industri baterai lithium terintegrasi. Luhut menyebut target ini ditunjang dengan adanya rencana investasi smelter nikel, tembaga dan industri turunannya di Weda Bay, Halmahera Tengah, Maluku Utara.
Selain itu, menurutnya di Weda Bay juga akan dibangun pabrik asam sulfat untuk memenuhi kebutuhan dari bahan baku baterai lithium.
"Di Weda Bay nanti akan diproduksi asam sulfat pada 2023 dan lithium battery, pada 2023 global supply chain ada di Indonesia," ungkapnya, Kamis (25/02/2021).
Menurutnya, ada dua investor global yang akan berinvestasi di Indonesia, yakni Contemporary Amperex Technology Co. Limited (CATL) asal China dan LG asal Korea Selatan yang akan berinvestasi di Indonesia. Kedua calon investor ini akan digaet untuk membangun pabrik baterai lithium di Indonesia.
"Ini yang kita mau ada dua, CATL untuk baterai, kedua yaitu LG. Ini yang kita engage dari hulu ke hilir. Kita buat terintegrasi, jadinickel oreada smelternya dan turunannya," tuturnya.
KOMENTAR