Jakarta, CNBC Indonesia - Perusahaan telekomunikasi milik grup Sinarmas, PT Smartfren Telecom Tbk (FREN) akan melakukan penawaran umum terbatas (PUT) dalam rangka penambahan modal dengan memberikan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD/rights issue) serta waran senilai total Rp 10 triliun.
Berdasarkan prospektus yang disampaikan perusahaan di Bursa Efek Indonesia (BEI), rencananya perusahaan akan menerbitkan sebanyak-banyaknya tujuh miliar saham baru dengan harga pelaksanaan Rp 120/saham. Dari rights issue ini ini akan diperoleh dana senilai Rp 840 miliar.
Penerbitan saham ini baru ini akan menimbulkan dilusi kepemilikan kepada pemegang sahamnya sebesar 2,59%.
Bersama dengan itu juga akan ditawarkan 91,99 miliar waran seri III yang diterbitkan menyertai saham biasa atas nama hasil HMETD. Harga pelaksanaan waran ini yakni sebesar Rp 100 atau total Rp 9,2 triliun dan dapat dilaksanakan selama periode 23 Oktober 2021 hingga 22 April 2026.
Disebutkan bahwa setiap satu Waran Seri III berhak membeli satu saham baru yang diterbitkan perusahaan. Namun nantinya pemegang waran yang tidak melaksanakan haknya akan mengalami dilusi kepemilikan sebesar 27,33%.
Adapun jika seluruh saham yang diterbitkan ini tidak diserap oleh pemegang saham, sisanya akan dialokasikan kepada pemegang saham lainnya yang melakukan pemesanan lebih besar dari haknya.
Nantinya, dana yang didapat dari aksi korporasi ini akan digunakan oleh perusahaan untuk pembayaran utang dan bunga dengan porsi 82%. Sedangkan sisanya akan digunakan untuk modal kerja perusahaan dan anak usahanya.
Untuk melaksanakan rights issue ini perusahaan telah mendapatkan persetujuan dari pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 2 Maret 2021 lalu.
Timeline pelaksanaannya, ditargetkan untuk mendapatkan efektif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 9 April 2021. Daftar pemegang saham yang berhak memperoleh HMETD ini akan dirilis pada 21 April 2021.
Pencatatan saham baru di BEI ditargetkan akan dilakukan pada 23 April 2021.
Secara kinerja, hingga akhir Desember 2020 perusahaan masih mencatatkan kerugian mencapai Rp 1,52 triliun. Nilai ini turun dari periode yang sama tahun 2019 yang senilai Rp 2,18 triliun.
Namun pada periode tersebut perusahaan membukukan pendapatan yang naik menjadi Rp 9,40 triliun dari sebelumnya di 31 Desember 2019 yang senilai Rp 6,98 triliun.
Adapun perusahaan memiliki utang pinjaman yang jatuh tempo dalam waktu satu tahun senilai Rp 1,03 triliun.
Perusahaan juga memiliki utang jangka panjang berupa obligasi senilai Rp 892,37 miliar dan pinjaman sebesar Rp 8,99 triliun.
[CNBC]
KOMENTAR