Gurusaham.com - Masa-masa pandemi virus Covid-19 memang menjadi tantangan berat bagi sektor bisnis di seluruh belahan dunia. Tidak sedikit perusahaan yang kesulitan keuangan bahkan terpaksa bangkrut akibat 'tamu tak diundang' asal Wuhan, China ini.
Hal ini tentu tak banyak berbeda di dalam negeri, utamanya perusahaan-perusahaan yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI). Banyak perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan dan mencari pendanaan lewat pasar modal.
Salah satu aksi korporasi yang dapat dilakukan dan sedang ranjing dilakukan oleh para emiten adalah aksi private placement (PP) atau Penambahan Efek Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMTHMETD).
Aksi korporasi ini membolehkan emiten untuk menerbitkan saham baru dan menjualnya di harga tertentu kepada pemegang saham yang ditunjuk oleh perseroan.
Berbeda dengan rights issue alias Penerbitan Saham Baru dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMHMETD) yang memberikan hak kepada investor eksisting untuk menyerap saham baru tertentu dengan harga tertentu pula, private placement meniadakan hak bagi pemegang saham lama sehingga saham baru diberikan kepada investor strategis yang baru.
Tercatat beberapa perseroan baru saja tuntas melaksanakan private placement, sebut saja PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) yang menerbitkan 4,75 miliar saham dengan harga pelaksanaan Rp 1.954/saham di mana investor strategis asal Korea Selatan, NAVERCorporation yang akan menyerap PP tersebut.
Selanjutnya ada pula emiten tambang emas grup Saratoga,PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA)dengan menerbitkan sebanyak 1 miliar saham baru menggunakan skema PMTHMETD.
Dalam private placement tersebut, Macquarie Capital Limited, perusahaan keuangan asal Australia, menyerap seluruh saham baru yang diterbitkan MDKA dengan nilai pelaksanaan Rp 2.420 per saham pada 4 Maret 2021.
Selanjutnya emiten yang dikendalikan oleh taipan TPRachmat dan Boy Thohir yakni PT Surya Esa Perkasa Tbk (ESSA) juga menerbitkan saham baru non-HMETD, JP Morgan Singapore dan UOB Kay Hian Pte Ltd. siap menambah modal dengan menyerap saham baru ESSA.
Lewat private placement ini, JP Morgan akan menggenggam 4,04% atau 635.632.184 saham ESSA, sementara UOB akan memiliki 0,51% atau 80.459.770 saham ESSA.
Terkait dengan private placement ini, meskipun perseroan tentunya akan senang karena menerima dana segar, akan tetapi hal ini tentu saja menimbulkan ketidakadilan bagi pemegang saham publik yang pastinya terdilusi kepemilikan sahamnya karena tidak diberikan kesempatan yang sama untuk membeli sahan tersebut.
Apalagi mengingat harga pelaksanaanprivate placement biasanya berada di bawah harga pasar sehingga investor strategis yang menyerap private placement tersebut tentunya akan diuntungkan.
Meskipun demikian ternyata perseroan tidak bisa menerbitkan saham baru menggunakan skemaprivate placementsecara sembarangan, sebab peraturan bursa sudah mengatur bahwa jumlah saham baru yang dapat diterbitkan oleh perseroan dalam skemaprivate placement hanyalah 10% sehingga dilusi publik tidak terlalu besar.
Apabila perseroan ingin menghimpun dana dengan menerbitkan saham barunya di atas 10% maka aksi korporasi yang harus dilakukan adalah rights issue alias HMETD di mana publik akan mendapat kesempatan yang sama untuk membeli saham agar kepemilikanya tidak terdilusi.
Selain itu bursa juga mengatur bahwa satu emiten tidak boleh melakukan private placement terlalu sering jadi hanya dibatasi boleh melakukan aksi korporasi ini sekali dalam jangka waktu 2 tahun.
Terakhir regulator juga semakin mengetatkan peraturan. Harga private placement harus dilakukan di harga wajar yang dinilai olehKJPP yang akan ditunjuk untuk menghitung harga wajar perseroan sehingga pemegang saham pengendali tidak semena-mena menerbitkan saham baru dan menjualnya di harga murah kepada pihak afiliasi.
Memang dengan terdilusinya kepemilikan publik tentu saja pemegang saham minoritas ini akan dirugikan dalam jangka pendek.
Akan tetapi tentunya apabila aksi korporasi private placement dilakukan dengan Good Corporate Governance (GCG) yang baik, yakni harga pelaksanaan dilakukan di harga wajar dan dana hasil private placement digunakan dengan baik terutama untuk ekspansi, maka tentunya dalam jangka panjang semua pihak akan diuntungkan.
Sebelumnya mantan Direktur Utama BEI, Hasan Zein Mahmud, menyampaikan perasaan kesal dan marah menyaksikan praktik penerbitan saham baru dengan skema PMTHMETD atau biasa disebut private placement ini.
Tanpa menyebut nama perusahaan, Hasan Zein mengatakan ada pihak tertentu yang menyetor modal baru ke emiten di bawah harga pasar.
"Yang satu ini sungguh membuat saya sedih, marah dan geram. Private placement (PMTHMETD) dengan menyetor jumlah di bawah harga pasar. Sekali lagi penyetoran modal baru oleh pihak pihak tertentu, pada sebuah perusahaan terbuka, di bawah harga pasar!" tulis pesan singkat Hasan Zein yang diterima CNBC Indonesia, Selasa (6/5/2021)
"Tak mengira kalau bangunan itu kemudian dijadikan altar pembantaian investor ritel publik secara terbuka untuk jadi santapan pengendali dan kroni kroninya."
Menurut Hasan Zein, praktik semacam ini menunjukkan aspek fairness tidak ada di pasar modal Indonesia. Slogan mengenai level of playing field, etika bertarung, good corporate governance dan rule of conducts terkesan omong kosong belaka.
"Pembiaran terhadap praktek semacam itu, di mata saya, membuat otoritas dan SRO nampak tak lebih dari penjaga bisu dan wasit wasit boneka," tegas Hasan.
BEI pun ikut memberikan penjelasan atas kritik yang diutarakan Hasan Zein Mahmud. Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna menyampaikan, salah satu priveledge perusahaan publik adalah bisa menghimpun dana melalui PMTHMETD untuk mengembangkan bisnis maupun memperbaiki keuangan perusahaan.
Menurut Nyoman, pada praktiknya, penambahan modal melalui skema ini bisa melalui private placement, program kepemilikan saham oleh karyawan (MESOP) hingga konversi utang menjadi saham.
Bursa, kata Nyoman telah mengatur ketentuan mengenai harga pelaksanaan PMTHMETD sebesar 90%, atau dengan diskon sebesar 10% dari rata-rata harga penutupan saham perusahaan tercatat selama 25 hari sebelum permohonan pencatatan. Ketentuan ini diatur dalam lampiran II Keputusan Direksi Bursa No. Kep-00183/BEI/12-2018 tentang Perubahan Peraturan Nomor I-A, yang telah diberlakukan sejak 2018.
"Hal ini untuk memberikan insentif bagi investor strategis dalam pelaksanaan private placement, maupun karyawan perusahaan tercatat yang ikut serta dalam program kepemilikan saham oleh karyawan," ujar Nyoman kepada awak media, Selasa (6/4/2021)
KOMENTAR