Gurusaham.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memutuskan untuk memberhentikan penyidikan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Namun pemerintah justru makin serius dalam penanganan kasus yang terjadi pada 1998 silam ini.
BLBI sebetulnya ialah skema bantuan yang diberikan Bank Indonesia (BI) kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas saat Indonesia dihantam krisis moneter 1998. Skema ini dilakukan berdasarkan perjanjian Indonesia dengan IMF dalam mengatasi masalah krisis
Saat ini, pemerintah memutuskan untuk membentuk satuan tugas (Satgas) Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI untuk mengejar utang perdata BLBI yang jumlahnya lebih dari Rp 108 triliun.
Pembentukan satgas tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI yang ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 6 April lalu. Satgas ini akan bertugas untuk menagih dan memproses jaminan agar menjadi aset negara.
Seperti diketahui, dalam kasus BLBI, KPK menetapkan dua tersangka, yakni pemegang saham utama Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkumham) Mahfud MD melalui akun resmi Twitter-nya mengatakan, setelah KPK menghentikan penyidikan terhadap Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim, fokus pemerintah adalah menagih dan memburu aset-aset terkait kasus BLBI.
"Pemerintah akan menagih dan memburu aset-aset karena hutang perdata terkait BLBI yg jumlahnya lebih dari Rp 108 triliun," jelas Mahfud dalam akun Twitternya, dikutip CNBC Indonesia Senin (12/4/2021).
Mahfud juga menceritakan kembali kasus yang menjerat Sjamsul dan istrinya dalam kasus BLBI. Mahfud mengatakan, Sjamsul Nursalim dan Itjih dijadikan tersangka oleh KPK bersama mantan kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Tumenggung,
Syafruddin kemudian dijatuhi pidana korupsi oleh Pengadilan Negeri 13 tahun ditambah denda Rp 700 juta dan diperberat oleh Pengadilan Tinggi menjadi 15 tahun dan denda Rp 1 miliar. Namun, Mahkamah Agung (MA) membebaskan Syafruddin dengan vonis, karena kasus tersebut dinilai bukan pidana.
"KPK mengajukan PK (peninjauan kembali) atas vonis MA yang membebaskan Syafruddin pada 9 Juli 2019 itu, tapi PK itu tidak diterima oleh MA. Syafruddin tetap bebas dan Sjamsul Nursalim - Itjih ikut lepas dari status tersangka, karena perkaranya adalah satu paket dengan Syafruddin (dilakukan bersama). Tanggal 6 April 2021, Presiden mengeluarkan Kepres," jelas Mahfud.
Untuk itu lanjut Mahfud, pada 6 April, Presiden Jokowi mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI.
"Di Keppres tersebut ada lima menteri ditambah Jaksa Agung dan Kapolri yang ditugasi mengarahkan satgas melakukan penagihan dan pemrosesan semua jaminan agar segera jadi aset negara," kata Mahfud melanjutkan.
Sebagai gambaran, kasus BLBI bermula dari kondisi kesulitan perbankan di Indonesia pada 1997. Saat itu likuiditas perbankan terganggu karena tekanan pelemahan rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.
Kasus tersebut juga diikuti dengan pengambilan uang dari bank oleh masyarakat secara serentak. Dalam kondisi itu, pemerintah memutuskan memberikan bantuan likuiditas atau pinjaman kepada bank agar bisa memenuhi kebutuhan likuiditas.
Belakangan ditemukan ada penyimpangan, kelemahan sistem, serta kelalaian dalam mekanisme penyaluran dan penggunaan BLBI yang merugikan negara. Dari total BLBI yang dikucurkan Rp 144,5 triliun, terdapat potensi kerugian negara yang ditaksir oleh pemerintah lebih dari Rp 108 triliun.
Susunan Satgas BLBI
Pengarah
1. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Mahfud Md)
2. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Airlangga Hartarto)
3. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Luhut Binsar Pandjaitan)
4. Menteri Keuangan (Sri Mulyani Indrawati)
5. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Yasonna Laoly)
6. Jaksa Agung (ST Burhanuddin)
7. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Jenderal Listyo Sigit Prabowo).
Pelaksana
1. Ketua Satgas, Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (Rionald Silaban)
2. Wakil Ketua Satgas, Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Republik Indonesia (Feri Wibisono)
3. Sekretaris, Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan Hak Asasi Manusia Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Sugeng Purnomo).
KOMENTAR