Gurusaham.com – Serikat Karyawan Garuda (Sekarga) mengkhawatirkan pernyataan pemerintah yang menyatakan membuka opsi kepailitan bagi PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) dan rencana penyiapan Pelita sebagai maskapai penerbangan berjadwal.
Ketua Harian Sekarga Tomy Tampatty menyebutkan bahwa pernyataan tersebut melukai perasaan seluruh karyawan Garuda Indonesia Group dan keluarga serta para pelanggan.
“Pernyataan Wamen BUMN tersebut sangat melukai perasaan jutaan pelanggan dan pecinta Garuda Indonesia yang selama ini loyal menggunakan jasa Garuda Indonesia karena mereka merasakan kenyamanan dalam hal safety, security, dan service. Pernyataan tersebut juga sangat melukai perasaan seluruh karyawan Garuda Indonesia Group dan keluarganya," ujarnya melalui keterangan resmi dikutip, Minggu (23/10/2021).
Menurutnya, jika dicermati sejak awal pembicaraan rencana penyelamatan Garuda Indonesia, sudah terlihat ada keanehan karena ada dua cara pandang yang berbeda, dimana Komisi VI DPR-RI menyarankan penyelamatan Garuda Indonesia melalui opsi 1 yaitu internal Manajemen Garuda Indonesia harus melakukan proses restrukturisasi utang dengan cara melakukan negosiasi langsung secara maksimal dengan pihak lessor, kreditur, dan vendor.
Komisi VI DPR-RI juga menyatakan akan mendukung penuh Pemerintah untuk membantu memberikan pinjaman modal kerja untuk kelangsungan operasional Garuda Indonesia. Opsi yang dipilih Komisi VI DPR-RI ini tidak berpotensi Garuda Indonesia bisa dipailitkan.
Namun Direktur Utama Garuda Indonesia, sebutnya, tidak setuju dengan saran Opsi 1 Komisi VI DPR-RI tersebut karena Direktur Utama lebih memilih opsi 2 dimana proses restrukturisasi hutang dilakukan dengan mengajukan permohonan penyelesaian ke Pengadilan Niaga melalui PKPU meski opsi ini membuat Garuda berisiko dapat dipailitkan oleh kreditur.
“Sejak awal kami Serikat Karyawan Garuda Indonesia sangat mendukung saran opsi I Komisi VI DPR/RI dan juga dari awal kami menyatakan menolak opsi 2 yang dipilih oleh manajemen Garuda Indonesia,” terangnya.
Selain itu, paparnya, keanehan kedua nampak pada saat manajemen Garuda Indonesia sedang mempersiapkan pengajuan permohonan PKPU. Tiba-tiba muncul permohonan lebih awal ke PKPU oleh mitra kerja sama Garuda Indonesia yaitu My Indo Airlines yang memiliki hutang kepada Garuda Indonesia yang nilainya kurang lebih Rp6 milliar.
“Kondisi ini menjadi tanda tanya besar buat kami, mengapa hutang My Indo Airlines yang hanya kurang lebih Rp6 miliar tidak dilakukan negosiasi secara langsung tanpa harus melalui PKPU dalam penyelesaiannya,” ujarnya.
Tomy juga menyinggung usulan kepailitan dapat melukai perasaan sejumlah masyarakat Aceh yang disebut telah menyumbangkan harta kepada Presiden Soekarno untuk pembelian pesawat pertama RI-001 Seulawah.
Dia mengimbau agar semua stakeholder tidak membuat pernyataan yang dapat menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap Garuda.
"Kami berharap kepada semua stakeholder termasuk Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo untuk tidak mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang dapat mempengaruhi menurunnya kepercayaan pihak-pihak yang mempunyai hubungan bisnis dengan Garuda Indonesia dan juga kepercayaan para pelanggan setia dan karyawan Garuda Indonesia Group," jelasnya.
Sebelumnya, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) membenarkan rencana untuk menyiapkan PT Pelita Air Service (PAS) sebagai maskapai berjadwal nasional menggantikan PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA)
Wakil Menteri BUMN II Kartiko Wirjoatmodjo menjelaskan rencana tersebut telah disiapkan untuk mengantisipasi apabila restrukturisasi dan negosiasi yang sedang dijalani oleh maskapai dengan jenis layanan penuh tersebut tak berjalan mulus. Tiko, sapaan akrabnya, menjelaskan kondisi arus kas dan operasi harian maskapai pelat merah tersebut sangat minim.
Jadwal dan Frekuensi penerbangan emiten berkode saham GIAA tersebut sangat bergantung terhadap kebijakan pembatasan pergerakan. Menurutnya, kondisi Garuda pun semakin rentan dengan arus kas yang kian tipis apabila timbul kebijakan pengetatan pergerakan kembali ke depannya.
"Benar [Pelita dipersiapkan menjadi pengganti Garuda] karena kalau recovery penumpang udara meningkat, akan terjadi shortage serius jumlah pesawat di Indonesia. Ini karena banyak sekali pesawat yang digrounded oleh lessor,” katanya.
[Bisnis.com]
KOMENTAR