Gurusaham.com - Pasca melakukan aksi korporasi Penambahan Modal dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMHMETD) atau right issue jumbo senilai Rp 96 triliun, harga saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) terus mengalami apresiasi.
Harga saham BBRI terpantau naik 0,96% ke level harga Rp 4.220/unit pada perdagangan hari ini dengan perdagangan yang cukup ramai di angka Rp 753 miliar.
Berdasarkan prospektus perseroan, jumlah modal ditempatkan dan disetor penuh BBRI tercatat mencapai 123,35 miliar lembar. Setelah pelaksanaan RI jumlah saham BBRI akan bertambah menjadi 151,56 miliar lembar.
Maka dari itu kenaikan BBRI pada perdagangan hari ini menyebabkan kapitalisasi pasar BBRI menembus level tertinggi sepanjang sejarahnya.
Dengan penguatan saham BBRI tersebut maka market cap pasca right issue mencapai Rp 639 triliun melewati kapitalisasi pasar BBRI di posisi pucuk pada bulan Januari silam di angka Rp 610 triliun.
Melesatnya market cap BBRI mengukuhkan perbankan pelat merah ini di posisi kedua perusahaan dengan kapitalisasi pasar terbesar di bursa tepat di bahwa PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang memiliki market cap Rp 899 triliun dan di atas PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) yang memiliki kapitalisasi pasar Rp 374 triliun.
Kenaikan saham BBRI menunjukkan bahwa investor optimis kinerja BBRI akan semakin cemerlang dengan adanya pembentukan holding ultra mikro melalui akuisisi Pegadaian dan PNM oleh BBRI.
Selain itu kesuksesan right issue jumbo terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara juga menjadi katalis positif yang dominan dalam menggerakkan harga saham BBRI. Dalam sepekan terakhir saja saham BBRI sudah naik 9,4%.
Prospek saham BBRI ke depan masih cerah. Apalagi dengan hadirnya Pegadaian dan PNM sebagai perpanjangan tangan BBRI untuk menembus segmen ultra mikro yang sangat prospektif tetapi belum banyak terjamah.
Manajemen BBRI optimis dengan konsolidasi dua bisnis keuangan BUMN tersebut di bawahnya bakal mendorong pertumbuhan kredit hingga dobel digit dengan pertumbuhan tahunan secara compounding (CAGR) 13,5% hingga 5 tahun ke depan.
[CNBC]
KOMENTAR