Gurusaham.com - Harga saham emiten e-commerce PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) merosot ke zona merah pada lanjutan sesi satu perdagangan Senin (24/1/2022). Penurunan ini juga terjado di tengah adanya aksi lego oleh investor asing.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), pukul 14.33 WIB, saham BUKA turun 2,17% ke posisi Rp 360/saham. Nilai transaksi saham BUKA mencapai Rp 63,62 miliar dan volume perdagangan mencapai 177,36 juta saham.
Seiring pelemahan saham BUKA, investor asing melakukan jual bersih senilai Rp 14,93 miliar di pasar reguler dan jual bersih Rp 2,88 miliar di pasar negosiasi & pasar tunai.
Penurunan itu membuat saham buka mengakumulasi penurunan 2,19% selama satu pekan terakhir. Sedang sejak awal tahun, saham BUKA sudah merosot 16,28%.
Penurunan harga saham BUKA juga menjadi beban Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Ini tercermin dari saham BUKA yang telah mengurangi bobot IHSG 6,2 poin sejak awal tahun. Besaran ini membuat BUKA menjadi pemberat atau laggard terbesar keempat.
Kurang moncernya saham BUKA memicu kabar di pasar jika saham unicorn pertama yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) bakal didepak dari daftar indeks paling likuid LQ45.
"BUKA masuk dalam kondisi likuid," ujar Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Laksono Widodo, Senin (24/1/2022), saat dimintai komentarnya terkait isu terdepaknya BUKA dari LQ45.
Ia menambahkan, BEI memiliki perhitungan sendiri untuk menentukan sebuah saham layak masuk indeks LQ45 atau tidak. Meski ini menjadi rahasia dapur BEI, namun kondisi fundamental dan likuiditas menjadi syarat utama.
Berdasarkan Riset Tim CNBC Indonesia, rata-rata volume harian perdagangan saham BUKA tercatat sebesar 480,28 juta saham sejak awal tahun.
Angka tersebut jauh dari rekor volume tertinggi saham BUKA pada minggu pertama saat melantai di bursa pada awal Agustus 2021 yang bisa mencapai 3,58 miliar saham. Puncaknya pada 9 Agustus 2021, ketika harga saham BUKA di level tertinggi Rp 1.110/saham.
Jika menilik kinerja keuangan, Bukalapak (BUKA) masih mencatatkan kerugian bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk senilai Rp 1,12 triliun per September 2021.
Mengacu laporan keuangan perusahaan sampai dengan sembilan bulan pertama ini, Bukalapak (BUKA) tercatat membukukan pendapatan bersih senilai Rp 1,34 triliun, naik 42,09% dari periode yang sama di tahun sebelumnya senilai Rp 948,43 miliar.
Rinciannya, pendapatan itu bersumber dari pendapatan marketplace yang naik menjadi Rp 780,41 miliar dari periode sama tahun lalu Rp 742 miliar.
Pendapatan mitra naik menjadi Rp 496,70 miliar dari sebelumnya Rp 117,47 miliar. Sedangkan, BukaPengadaan memberi andil terhadap pendapatan Bukalapak (BUKA) senilai Rp 70,56 miliar, turun dari Rp 88,95 miliar.
Dari sisi Total Processing Value (TPV) sampai dengan September ini tumbuh 45% menjadi Rp 87,9 triliun. TPV ini juga naik dari posisi kuartal ketiga yang tercatat naik 51% menjadi Rp 31,2 triliun.
Pertumbuhan TPV Perseroan didukung oleh peningkatan jumlah transaksi sebesar 25% dan kenaikan sebesar 21% pada Average Transaction Value (ATV) sepanjang 9 bulan pertama di 2020 sampai dengan September 2021.
Terkait dengan dana IPO, BUKA baru menggunakan Rp 1,71 triliun dana yang diperolehnya dari proses penawaran perdana. Artinya BUKA baru menggunakan dana raihan IPO kurang dari 10%.
Namun penggunaan dana IPO yang masih minim tersebut bukan tanpa sebab karena BUKA sendiri mengubah rencana penggunaan dananya dan baru mendapatkan izin pada Desember lalu.
Jika sebelumnya 66% dana IPO dialokasikan untuk memperkuat modal kerja, maka berdasarkan keputusan terbaru hanya 33% saja.
Sebanyak 33% sisanya, yang berarti kurang lebih Rp 7,2 triliun, akan digunakan oleh BUKA dan anak usahanya untuk melakukan ekspansi. Namun juga tak terbatas pada pembelian aset seperti saham pendirian perusahaan patungan (joint venture).
T9
IM RISET CNBC INDONESIA
[CNBC]
KOMENTAR