Gurusaham.com - Terdapat tambahan 113 emiten baru yang masuk dalam Daftar Efek Bersifat Ekuitas Dalam Pemantauan Khusus Bursa Efek Indonesia (BEI) yang berlaku efektif mulai Selasa (31/5/2022).
Padahal sebelumnya per Senin (30/5/2022), hanya ada 19 emiten yang masuk daftar tersebut.
Dengan demikian, kini terdapat total 132 emiten yang ada dalam pemantauan Bursa, termasuk raksasa tekstil Tanah Air yang terancam delisting atau dihapus dari papan perdagangan bursa, PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) alias Sritex.
Sritex melaporkan rugi bersih hingga US$ 1,08 miliar atau setara dengan Rp 15,66 triliun rupiah (asumsi kurs Rp 14.500/US$) sepanjang tahun 2021 lalu.
Angka kerugian tersebut membengkak dari semula masih mencatatkan keuntungan US$ 85,32 juta (Rp 1,24 triliun) pada tahun 2020.
Rugi fantastis tersebut salah satunya didorong oleh pendapatan perusahaan yang tercatat turun menjadi US$ 847,52 juta, dari semula sejumlah US$ 1,28 miliar.
Meski pendapatan turun, beban pokok penjualan perusahaan malah tercatat naik signifikan, bahkan nilainya lebih besar dari pendapatan usaha. Beban pokok penjualan Sritex tahun lalu membengkak setara 144% pendapatan, dari semula 82% pendapatan tahun 2020.
Tidak hanya itu, beban keuangan lainnya ikut menggelembung. Beban penjualan perusahaan naik lebih dari 100%, kemudian beban umum dan administrasi naik nyaris sepertiga.
Hingga akhir tahun 2021, aset perusahaan tercatat turun sepertiga menjadi US$ 1,23 miliar dari semula mencapai US$ 1,85 miliar. Dari porsi tersebut US$ 589,32 juta merupakan aset lancar, dengan kas dan setara kas menciut signifikan tersisa US$ 8,74 juta dari semula mencapai US$ 116,80 juta.
Adapun liabilitas perusahaan tercatat sejumlah US$ 1,63 miliar, yang mana nyaris sepenuhnya merupakan kewajiban jangka pendek yang nilainya mencapai US$ 1,58 miliar. Alhasil perusahaan mengalami kekurangan modal hingga US$ 398,82 juta hingga akhir Desember tahun lalu.
Liabilitas perusahaan sebagian besar terikat pada utang bank jangka pendek yang nilainya mencapai US$ 608,92 juta. Kreditur terbesar perusahaan termasuk Bank BCA, Bank HSBC Indonesia dan Bank BJB.
Dalam laporan keuangan tahun 2021 tersebut, SRIL menyampaikan bahwa "pada 25 Januari 2022, utang bank jangka pendek telah direstrukturisasi sebagai hasil dari proses PKPU. Namun, Citibank N.A., Indonesia dan PT Bank QNB Indonesia Tbk telah mengajukan banding atas putusan [tersebut]."
Saat ini perdagangan saham SRIL di bursa masih belum dilanjutkan, bermula ketika perusahaan mengalami gagal bayar atas utang-utang jangka pendeknya hingga ditangguhkan di bursa sampai 12 bulan.
Dengan gagal bayarnya utang jangka pendek tersebut SRIL harus menghadapi Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Tak tanggung-tanggung proses PKPU yang dihadapi ada tiga di yurisdiksi yang berbeda-beda mulai dari Indonesia, Singapura, hingga Amerika Serikat (AS).
[CNBC]
KOMENTAR